BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Gaya
Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional menurut Komariah
dan Triatna Bass (dalam Masaong & Tilome,
2011) adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban bawahan.
Pemimpin adalah seorang yang mendesain pekerjaan beserta mekanismenya, dan staf
adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian. Kepemimpinan
transaksional lebih difokuskan pada perannya sebagai manajer karena di sana
sangat terlibat dalam aspek-aspek prosedural manajerial yang metodologis dan
fisik. Sistem kerja yang jelas merujuk kepada tugas yang diemban dan imbalan
yang diterima sesuai dengan derajat pengorbanan dalam pekerjaan maka
kepemimpinan transaksional yang sesuai diterapkan di tengah-tengah staf yang belum
matang, dan menekankan pada pelaksanaan tugas untuk mendapatkan insentif bukan
pada aktualisasi diri. Oleh karena itu, kepemimpinan transaksional dihadapkan
pada orang-orang yang ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dari segi sandang,
pangan, dan papan.
Kepemimpinan transaksional tidak mengembangkan
pola hubungan laisddez fair atau membiarkan personel menentukan sendiri
pekerjaanya karena dikhawatirkan dengan keadaan personel yang perlu pembinaan,
pola ini dapat menyebabkan mereka menjadi pemalas dan tidak jelas apa yang
dikerjakannya. Pola hubungan yang dikembangkan kepemimpinan transaksional
berdasarkan suatu sistem timbal balik (transaksi) yang sangat menguntungkan (mutual system of reinforcement), yaitu pemimpin memahami kebutuhan
dasar para pengikutnya dan pemimpin menemukan penyelesaian atas cara kerja dari
para pengikutnya tersebut.
Pemimpin transaksional merancang
pekerjaan sedemikian rupa yang disesuikan jenis dan jenjang jabatanya dan
melakukan interaksi atau hubungan mutualistis. Hoover & leitwood Bass (dalam
Masaong & Tilome, 2011:177) menjelaskannya secara skemastis model
kepemimpinan transaksional sebagaimana ditunjukkan melalui gambar A.1.
Pemimpin mengidentifikasi apa yang
mesti dikerjakan untuk mencapai hasil yang diinginkan
|
Pemimpin memperjelas peran
bawahannya
|
Bawahan merasa mampu memenuhi
tuntutan atas peranannya tersebut
|
Bawahan menganggap imbalan itu
sepadan dengan pencapaian hasil
|
Bawahan termotivasi untuk meraih
hasil yang diinginkan tersebut
|
Pemimpin memeperjelas bagaimana
kebutuhan bawahan dipenuhi, sebagai
imbalan atas apa yang dikerjakan
|
Pemimpin mengidentifikasi apa yang
dibutuhkan oleh bawahannya
|
Gambar
A.1
Sumber:
(Masaong & Tilome, 2011)
Gambar tersebut menunjukkan bahwa
bawahan dipersepsi sebagai manusia X dalam teori X dan Y McGroger , yaitu
manusia yang berupaya menghindari pekerjaan apabila ada kesempatan sehingga
apabila dibiarkan mereka merasa senang dengan tanpa tanggung jawab. Pemimpin
dalam praktik operasionalnya harus senantiasa mengontrol, mengarahkan dan jika
perlu memberikan ancaman dalam upaya untuk memaksa individu menjadi produktif.
Untuk melaksanakan peran kepemimpinannya, para pemimpin transaksional percaya
bahwa orang cenderung lebih senang diarahkan, menjadi pekerja yang ditentukan
prosedurnya dan pemecahan masalahnya daripada memikul sendiri tanggung jawab
atas segala tindakan dan keputusan yang diambil. Oleh karena itu, para bawahan
pada iklim transaksi tidak cocok diserahi tanggung jawab merancang pekerjaan
secara inisiatif atau pekerjaan yang menuntut prakarsa.
Kepemimpinan transaksional juga
dipandang sebagai contingent
reinforcement atau dorongan kontingen dalam bentuk reward dan punishment yang
telah disepakati bersama dalam kontrak kerja, yaitu manakala para staf
menunjukkan keberhasilan atau kemajuan dalam pencapaian sasaran target yang
diharapkan, mereka mendapatkan kontingen positif berupa imbalan. Namun, apabila
staf menunjukkan kinerja yang sebaliknya, yaitu kegagalan dan berbagai
kesalahan, maka dorongan kontingen negatif atau aversif dapat dikenakan berupa
hukuman sesuai yang telah disepakati.
Pemimpin bercirikan transaksi, jarang
membagi pengetahuannya kepada staf karena menganggap pengetahuan tersebut dapat
dijadikan alat koreksi atau menjadi pengkritik moral yang kuat bagi perbaikan
iklim kerja yang terlalu berorientasi tugas dan sedikit mengabaikan aspek
kepribadian manusia.
B.
Gaya
Kepemimpinan Transformasional
Latar belakang adanya gaya
kepemimpinan transformasional yaitu era saat ini yang mana manusia dapat
mengkritik dan meminta yang layak dari apa yang diberikannya secara
kemanusiaan. Kepemimpinan transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan
akan penghargaan diri tetapi menumbuhkan kesadaran pemimpin untuk berbuat yang
terbaik sesuai dengan kajian perkembangan manajemen dan kepemimpinan yang
memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan organisasi adalah sisi yang saling
berpengaruh. Teori tentang kepemimpinan transformasional atau inspirasional
didasarkan pada ide Burns. Menurut Burns (dalam Muin, 2010:46) “kepemimpinan
transformasional sebagai suatu proses yang pada dasarnya para pemimpin dan
pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi lebih tinggi”.
Istilah transformasional berasal dari kata to
transform, yang artinya mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi
bentuk lain yang berbeda. Jika disesuaikan dengan lingkup pendidikan maka
seorang kepala sekolah disebut menerapkan kaidah kepemimpinan transformasional
jika kepala sekolah tersebut mampu mengubah energi sumber daya, baik manusia,
instrumen, maupun situasi untuk mencapai tujuan reformasi sekolah. Pada
organisasi sekolah, yang dimaksud dengan sumber-sumber daya manusia dapat
berupa pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, dan lain-lain.
Seorang pemimpin dengan gaya
transformasional merupakan pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan
senantiasa berupaya untuk memperbaiki dan mengembangkan organisasi, bukan hanya
untuk saat ini namun sampai masa yang akan datang seperti pada gambar B.1.
Berdasarkan hal ini pulalah pemimpin dengan gaya transformasional juga
dikatakan sebagai pemimpin yang visioner. Menurut Covey dan Peters (dalam Muin,
2010:47), seorang pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki
gambaran historis tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua
tujuan dan sasarannya telah tercapai. Jadi, dapat dikatakan bahwa pemimpin
transformasional adalah pemimpin yang mendasarkan dirinya pada cita-cita di
masa depan, terlepas apakah visinya tersebut diakui sebagai visi yang hebat dan
mendasar. Seorang pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi
sebagai nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf
sehingga para staf mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam pelaksanaannya.
Nilai-nilai dari yang terpenting dan dijunjung tinggi pemimpin adalah
segala-galanya dan dapat dijadikan rujukan utnuk dijadikan nilai-nilai dasar
organisasi (basic values) yang
dijunjung oleh seluruh staf.
1.
Tiga
Komponen Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass & Avolio (dalam Tim
Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009: 149)
terdapat tiga komponen dalam kepemimpinan transformasional, diantaranya:
a) Karisma.
Karisma didefinisikan sebagai sebuah proses yang padanya seorang pemimpin
mempengaruhi pengikutnya dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan
identifikasi dengan pememimpin tersebut.
b) Stimulasi
intelektual. Yaitu sebagai sebuah proses yang apdanya seorang pemimpin
meningkatkan kesadaran para pengikutnya terhadap masalah-masalah dan
mempengaruhi para pengikutnya untuk memandang masalah-masalah tersebut dari
sebuah prespektif yang baru.
c) Perhatian
yang diindifidualisasi. Seperti memberikan dukungan, membesarkan hati, dan
memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan para pengikut.
2.
Cara
Mengubah dan Memotivasi Para Anggota Menurut Gaya Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass (dalam Masaong &
Tilome, 2011:177), pemimpin mengubah dan memotivasi para anggota atau staftnya
dengan beberapa cara, antara lain: (a) membuat staf lebih menyadari pentingnya
hasil tugas, (b) membujuk staf untuk mementingkan kepentingan organisasi
dibandingkan dengan kepentingan pribadi, dan (c) mengaktifkan kebutuhan staf
yang lebih tinggi.
3.
Empat
Dimensi dalam Kepemimpinan Transformasional
Bass dan Viola (dalam Muin,
2010:49) mengemukakan 4 dimensi dalam kepemimpinan transformasional dengan
konsep “4I” yang artinya:
1.
“I” pertama yaitu idealiced influence, yaitu perilaku yang
menghasilkan rasa hormat (respect)
dan rasa percaya diri (trust) dari
orang yang dipimpinnya. Idealiced
influence mengandung makna saling berbagi resiko melalui pertimbangan
kebutuhan staf di atas kebutuhan pribadi dan perilaku moral secara etis.
2.
“I” kedua yaitu inspirational motivation, yaitu perilaku
yang menyediakan tantangan bagi pekerjaan yang dilakukan staf dan memperhatikan
makna pekerjaan bagi staf. Pemimpin menunjukkan atau mendemonstrasikan komitmen
terhadap sasaran organisasi melalui perilaku yang dapat diobservasi staf.
Pemimpin adalah seorang motivator yang bersemangat untuk terus membangkitkan
antusiasme dan optimisme staf.
3.
“I” ketiga yaitu intellectual stimulation, yaitu pemimpin
yang mempraktikkan berbagai inovasi. Pemimpin senantiasa menggali ide-ide baru
dan solusi yang kreatif dari pada staf dan tidak lupa selalu mendorong staf
mempelajari dan mempraktikkan pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan.
4.
“I” keempat yaitu individualized consideration, yaitu
pemimpin yang merefleksikan dirinya sebagai seorang yang penuh perhatian dalam
mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-harapan, dan segala
masukan yang diberikan staf.
Kepemimpinan transformasional dapat
dipandang secara makro dan mikro. Secara mikro, kepemimpinan transformasional
merupakan proses mempengaruhi antar individu, dan secara makro merupakan proses
memobilitas kekuatan untuk mengubah sistem sosial dan mereformasi kelembagaan.
4.
Implementasi
Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan
Implementasi model kepemimpinan
transformasional dalam bidang pendidikan memang perlu diterapkan seperti kepala
sekolah, kepala dinas, dirjen, kepala departemen, dan lain-lain. Model
kepemimpinan ini memang perlu diterapkan sebagai salah satu solusi kepemimpinan
terutama dalam bidang pendidikan. Adapun alasan-alasan mengapa perlu diterapkan
model kepemimpinan transformasional didasarkan pendapat Olga Epitropika (dalam
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009:157),
yaitu:
a) Secara
signifikan meningkatkan kinerja organisasi;
b) Secara
positif dihubungkan dengan orientasi pemasaran jangkan panjang dan kepuasan
pelanggan;
c) Membangkitkan
komtimen yang lebih tinggi para anggotanya terhadap keseharian organisasi;
d) Meningkatkan
kepuasan pekerja melalui pekerjaan dan pemimpin;
e) Mengurangi
stres para pekerja dan meningkatkan kesejahteraan.
Implementasi model kepemimpinan
transformasional dalam organisasi atau instansi pendidikan perlu memperhatikan
beberapa hal seperti berikut:
a) Mengacu
pada nilai-nilai agama yang ada dalam organsasi atau instansi bahkan suatu
negara;
b) Disesuaikan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sistem organisasi atau instansi
tersebut;
c) Menggali
budaya yang ada dalam organisasi tersebut;
d) Karena
pendidikan merupakan suatu sub sistem, maka harus memperhatikan sistem yang
lebih besar yang ada di atasnya seperti sistem negara.
Pemimpin menstarnsformasikan
perhatian kebutuhan bawahan
|
Pemimpin memperluas kebutuhan
bawahan
|
Pemimpin mengangkat nuansa kebutuhan
bawahan ke tingkatan yang lebih tinggi pada hirarki motivasi
|
Pemimpin mempetinggi nilai kebenaran
bawahan
|
Pemimpin membangun rasa percaya diri
bawahan
|
Pemimpin mempertinggi probabilitas keberhasian
yang subjektif
|
Transformasional
Organisasi
Kondisi sekarang dari upaya yang
dharapkan bawahan
|
Makin meningkatnya motivasi bawahan
untuk mencapai hasil dengan uapaya tambahan
|
Bawahan menghasilkan kinerja
sebagaimana yang diharapkan
|
Bawahan mempersembahkan kinerja
melebihi apa yang diharapkan
|
Gambar
B.1
Sumber:
Bass & Avolio (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia, 2009: 152)
C.
Perbedaan Konstruksi
Perilaku Kepemimpinan Transformasional Dengan Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan
transaksional dan transformasional memiliki perbedaan esensial dalam konstruksi
perilaku kepemimpinan tetapi sifatnya saling melengkapi dan tidak saling
meniadakan. Seberapa besar kombinasinya tergantung dari situasi masing-masing.
Menurut pemikiran Bass (dalam
Innurma, 2013), kepala sekolah transaksional bekerja di dalam
budaya organisasi sekolah seperti yang ada, sedangkan kepala sekolah
transformasional mengubah budaya organisasi sekolah. Perbedaan esensial antara pemimpin
transaksional dan transformasional berikut ini:
1.
Kepemimpinan Transaksional
a.
Pemimpin menyadari hubungan antara
usaha dan imbalan.
b.
Kepemimpinan adalah responsif dan
orientasi dasarnya adalah berurusan dengan masalah sekarang.
c.
Pemimpin mengandalkan bentuk-bentuk
standar bujukan, hadiah, hukuman dan sanksi untuk mengontrol pengikut.
d.
Pemimpin memotivasi pengikutnya
dengan menetapkan tujuan dan menjanjikan imbalan bagi kinerja yang dikehendaki.
e.
Kepemimpinan tergantung pada
kekuatan pemimpin memperkuat bawahan untuk berhasil tawar-menawar.
2.
Kepemimpinan Transformasional
a. Pemimpin
membangkitkan emosi pengikut dan memotivasi mereka bertindak di luar kerangka
dari apa yang digambarkan sebagai hubungan pertukaran.
b. Kepemimpinan
adalah bentuk proaktif dan harapan-harapan baru pengikut.
c. Pemimpin
dapat dibedakan oleh kapasitas mereka mengilhami dan memberikan pertimbangan
individual (bentuk perhatian, dukungan, dan pengembangan bagi pengikut),
stimulasi intelektual (upaya pemimpin untuk meningkatkan kesadaran terhadap
permasalahan organisasional dengan sudut pandang yang baru) dan pengaruh ideal
(membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat terhadap visi organisasi) untuk
pengikut.
d. Pemimpin
menciptakan kesempatan belajar bagi pengikut mereka dan merangsang pengikutnya
untuk memecahkan masalah.
e. Pemimpin
memiliki visi yang baik, retoris dan keterampilan manajemen untuk mengembangkan
ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya.
f. Pemimpin
memotivasi pengikutnya bekerja untuk tujuan yang melampaui kepentingan pribadi.
Tabel C.1 Peredaan Gaya Kepemimpinan Transformasional
dan Transaksional
Pengemuka
|
Transformasional
|
Transaksional
|
Bass
dan Avilio, 1997
|
1. Atribut-atribut
pengaruh ideal
2. Perilaku
pengaruh ideal
3. Motivasi
inspirasional
4. Stimulasi
intelektual
5. Individualisasi
konsiderasi
|
1. Kontingensi
ganjaran pengecualian aktif
2. Manajemen
dengan pengecualian pasif
|
Bass,
1985
|
1. Kemampuan
memotivasi lebih tinggi
2. Kinerja
lebih baik
|
1. Kemampuan
memotivasi moderat
2. Kinerja
moderat
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar