Selasa, 11 November 2014

GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANSFORMASIONAL

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Gaya Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional menurut Komariah dan Triatna Bass (dalam Masaong & Tilome, 2011) adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban bawahan. Pemimpin adalah seorang yang mendesain pekerjaan beserta mekanismenya, dan staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian. Kepemimpinan transaksional lebih difokuskan pada perannya sebagai manajer karena di sana sangat terlibat dalam aspek-aspek prosedural manajerial yang metodologis dan fisik. Sistem kerja yang jelas merujuk kepada tugas yang diemban dan imbalan yang diterima sesuai dengan derajat pengorbanan dalam pekerjaan maka kepemimpinan transaksional yang sesuai diterapkan di tengah-tengah staf yang belum matang, dan menekankan pada pelaksanaan tugas untuk mendapatkan insentif bukan pada aktualisasi diri. Oleh karena itu, kepemimpinan transaksional dihadapkan pada orang-orang yang ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dari segi sandang, pangan, dan papan.
Kepemimpinan transaksional tidak mengembangkan pola hubungan laisddez fair atau membiarkan personel menentukan sendiri pekerjaanya karena dikhawatirkan dengan keadaan personel yang perlu pembinaan, pola ini dapat menyebabkan mereka menjadi pemalas dan tidak jelas apa yang dikerjakannya. Pola hubungan yang dikembangkan kepemimpinan transaksional berdasarkan suatu sistem timbal balik (transaksi) yang  sangat menguntungkan (mutual system of reinforcement), yaitu pemimpin memahami kebutuhan dasar para pengikutnya dan pemimpin menemukan penyelesaian atas cara kerja dari para pengikutnya tersebut.
Pemimpin transaksional merancang pekerjaan sedemikian rupa yang disesuikan jenis dan jenjang jabatanya dan melakukan interaksi atau hubungan mutualistis. Hoover & leitwood  Bass (dalam Masaong & Tilome, 2011:177) menjelaskannya secara skemastis model kepemimpinan transaksional sebagaimana ditunjukkan melalui gambar A.1.


Pemimpin mengidentifikasi apa yang mesti dikerjakan untuk mencapai hasil yang diinginkan
Pemimpin memperjelas peran bawahannya
Bawahan merasa mampu memenuhi tuntutan atas peranannya tersebut
Bawahan menganggap imbalan itu sepadan dengan pencapaian hasil
Bawahan termotivasi untuk meraih hasil yang diinginkan tersebut
Pemimpin memeperjelas bagaimana kebutuhan bawahan dipenuhi, sebagai  imbalan atas apa yang dikerjakan
Pemimpin mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh bawahannya
 




























Gambar A.1
Sumber: (Masaong & Tilome, 2011)

Gambar tersebut menunjukkan bahwa bawahan dipersepsi sebagai manusia X dalam teori X dan Y McGroger , yaitu manusia yang berupaya menghindari pekerjaan apabila ada kesempatan sehingga apabila dibiarkan mereka merasa senang dengan tanpa tanggung jawab. Pemimpin dalam praktik operasionalnya harus senantiasa mengontrol, mengarahkan dan jika perlu memberikan ancaman dalam upaya untuk memaksa individu menjadi produktif. Untuk melaksanakan peran kepemimpinannya, para pemimpin transaksional percaya bahwa orang cenderung lebih senang diarahkan, menjadi pekerja yang ditentukan prosedurnya dan pemecahan masalahnya daripada memikul sendiri tanggung jawab atas segala tindakan dan keputusan yang diambil. Oleh karena itu, para bawahan pada iklim transaksi tidak cocok diserahi tanggung jawab merancang pekerjaan secara inisiatif atau pekerjaan yang menuntut prakarsa.
Kepemimpinan transaksional juga dipandang sebagai contingent reinforcement atau dorongan kontingen dalam bentuk reward dan punishment yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja, yaitu manakala para staf menunjukkan keberhasilan atau kemajuan dalam pencapaian sasaran target yang diharapkan, mereka mendapatkan kontingen positif berupa imbalan. Namun, apabila staf menunjukkan kinerja yang sebaliknya, yaitu kegagalan dan berbagai kesalahan, maka dorongan kontingen negatif atau aversif dapat dikenakan berupa hukuman sesuai yang telah disepakati.
Pemimpin bercirikan transaksi, jarang membagi pengetahuannya kepada staf karena menganggap pengetahuan tersebut dapat dijadikan alat koreksi atau menjadi pengkritik moral yang kuat bagi perbaikan iklim kerja yang terlalu berorientasi tugas dan sedikit mengabaikan aspek kepribadian manusia.

B.       Gaya Kepemimpinan Transformasional
Latar belakang adanya gaya kepemimpinan transformasional yaitu era saat ini yang mana manusia dapat mengkritik dan meminta yang layak dari apa yang diberikannya secara kemanusiaan. Kepemimpinan transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan akan penghargaan diri tetapi menumbuhkan kesadaran pemimpin untuk berbuat yang terbaik sesuai dengan kajian perkembangan manajemen dan kepemimpinan yang memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan organisasi adalah sisi yang saling berpengaruh. Teori tentang kepemimpinan transformasional atau inspirasional didasarkan pada ide Burns. Menurut Burns (dalam Muin, 2010:46) “kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada dasarnya para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi lebih tinggi”. Istilah transformasional berasal dari kata to transform, yang artinya mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda. Jika disesuaikan dengan lingkup pendidikan maka seorang kepala sekolah disebut menerapkan kaidah kepemimpinan transformasional jika kepala sekolah tersebut mampu mengubah energi sumber daya, baik manusia, instrumen, maupun situasi untuk mencapai tujuan reformasi sekolah. Pada organisasi sekolah, yang dimaksud dengan sumber-sumber daya manusia dapat berupa pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, dan lain-lain.
Seorang pemimpin dengan gaya transformasional merupakan pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan senantiasa berupaya untuk memperbaiki dan mengembangkan organisasi, bukan hanya untuk saat ini namun sampai masa yang akan datang seperti pada gambar B.1. Berdasarkan hal ini pulalah pemimpin dengan gaya transformasional juga dikatakan sebagai pemimpin yang visioner. Menurut Covey dan Peters (dalam Muin, 2010:47), seorang pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran historis tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai. Jadi, dapat dikatakan bahwa pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mendasarkan dirinya pada cita-cita di masa depan, terlepas apakah visinya tersebut diakui sebagai visi yang hebat dan mendasar. Seorang pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi sebagai nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf sehingga para staf mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam pelaksanaannya. Nilai-nilai dari yang terpenting dan dijunjung tinggi pemimpin adalah segala-galanya dan dapat dijadikan rujukan utnuk dijadikan nilai-nilai dasar organisasi (basic values) yang dijunjung oleh seluruh staf.
1.        Tiga Komponen Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass & Avolio (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009: 149) terdapat tiga komponen dalam kepemimpinan transformasional, diantaranya:
a)      Karisma. Karisma didefinisikan sebagai sebuah proses yang padanya seorang pemimpin mempengaruhi pengikutnya dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pememimpin tersebut.
b)      Stimulasi intelektual. Yaitu sebagai sebuah proses yang apdanya seorang pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikutnya terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikutnya untuk memandang masalah-masalah tersebut dari sebuah prespektif yang baru.
c)      Perhatian yang diindifidualisasi. Seperti memberikan dukungan, membesarkan hati, dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan para pengikut.
2.        Cara Mengubah dan Memotivasi Para Anggota Menurut Gaya Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass (dalam Masaong & Tilome, 2011:177), pemimpin mengubah dan memotivasi para anggota atau staftnya dengan beberapa cara, antara lain: (a) membuat staf lebih menyadari pentingnya hasil tugas, (b) membujuk staf untuk mementingkan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan pribadi, dan (c) mengaktifkan kebutuhan staf yang lebih tinggi.
3.        Empat Dimensi dalam Kepemimpinan Transformasional
Bass dan Viola (dalam Muin, 2010:49) mengemukakan 4 dimensi dalam kepemimpinan transformasional dengan konsep “4I” yang artinya:
1.      “I” pertama yaitu idealiced influence, yaitu perilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orang yang dipimpinnya. Idealiced influence mengandung makna saling berbagi resiko melalui pertimbangan kebutuhan staf di atas kebutuhan pribadi dan perilaku moral secara etis.
2.      “I” kedua yaitu inspirational motivation, yaitu perilaku yang menyediakan tantangan bagi pekerjaan yang dilakukan staf dan memperhatikan makna pekerjaan bagi staf. Pemimpin menunjukkan atau mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi melalui perilaku yang dapat diobservasi staf. Pemimpin adalah seorang motivator yang bersemangat untuk terus membangkitkan antusiasme dan optimisme staf.
3.      “I” ketiga yaitu intellectual stimulation, yaitu pemimpin yang mempraktikkan berbagai inovasi. Pemimpin senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari pada staf dan tidak lupa selalu mendorong staf mempelajari dan mempraktikkan pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan.
4.      “I” keempat yaitu individualized consideration, yaitu pemimpin yang merefleksikan dirinya sebagai seorang yang penuh perhatian dalam mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-harapan, dan segala masukan yang diberikan staf.
Kepemimpinan transformasional dapat dipandang secara makro dan mikro. Secara mikro, kepemimpinan transformasional merupakan proses mempengaruhi antar individu, dan secara makro merupakan proses memobilitas kekuatan untuk mengubah sistem sosial dan mereformasi kelembagaan.
4.        Implementasi Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan
Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam bidang pendidikan memang perlu diterapkan seperti kepala sekolah, kepala dinas, dirjen, kepala departemen, dan lain-lain. Model kepemimpinan ini memang perlu diterapkan sebagai salah satu solusi kepemimpinan terutama dalam bidang pendidikan. Adapun alasan-alasan mengapa perlu diterapkan model kepemimpinan transformasional didasarkan pendapat Olga Epitropika (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009:157), yaitu:
a)      Secara signifikan meningkatkan kinerja organisasi;
b)      Secara positif dihubungkan dengan orientasi pemasaran jangkan panjang dan kepuasan pelanggan;
c)      Membangkitkan komtimen yang lebih tinggi para anggotanya terhadap keseharian organisasi;
d)     Meningkatkan kepuasan pekerja melalui pekerjaan dan pemimpin;
e)      Mengurangi stres para pekerja dan meningkatkan kesejahteraan.
Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam organisasi atau instansi pendidikan perlu memperhatikan beberapa hal seperti berikut:
a)      Mengacu pada nilai-nilai agama yang ada dalam organsasi atau instansi bahkan suatu negara;
b)      Disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sistem organisasi atau instansi tersebut;
c)      Menggali budaya yang ada dalam organisasi tersebut;
d)     Karena pendidikan merupakan suatu sub sistem, maka harus memperhatikan sistem yang lebih besar yang ada di atasnya seperti sistem negara.
Pemimpin menstarnsformasikan perhatian kebutuhan bawahan
Pemimpin memperluas kebutuhan bawahan
 





Pemimpin mengangkat nuansa kebutuhan bawahan ke tingkatan yang lebih tinggi pada hirarki motivasi
Pemimpin mempetinggi nilai kebenaran bawahan
Pemimpin membangun rasa percaya diri bawahan
Pemimpin mempertinggi probabilitas keberhasian yang subjektif
 










                                                Transformasional
                                                                     Organisasi

Kondisi sekarang dari upaya yang dharapkan bawahan
Makin meningkatnya motivasi bawahan untuk mencapai hasil dengan uapaya tambahan
Bawahan menghasilkan kinerja sebagaimana yang diharapkan
Bawahan mempersembahkan kinerja melebihi apa yang diharapkan
 









Gambar B.1
Sumber: Bass & Avolio (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009: 152)

C.      Perbedaan Konstruksi Perilaku Kepemimpinan Transformasional Dengan Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional dan transformasional memiliki perbedaan esensial dalam konstruksi perilaku kepemimpinan tetapi sifatnya saling melengkapi dan tidak saling meniadakan. Seberapa besar kombinasinya tergantung dari situasi masing-masing.
Menurut pemikiran Bass (dalam Innurma, 2013), kepala sekolah transaksional bekerja di dalam budaya organisasi sekolah seperti yang ada, sedangkan kepala sekolah transformasional mengubah budaya organisasi sekolah. Perbedaan esensial antara pemimpin transaksional dan transformasional berikut ini:
1.        Kepemimpinan Transaksional
a.       Pemimpin menyadari hubungan antara usaha dan imbalan.
b.      Kepemimpinan adalah responsif dan orientasi dasarnya adalah berurusan dengan masalah sekarang.
c.       Pemimpin mengandalkan bentuk-bentuk standar bujukan, hadiah, hukuman dan sanksi untuk mengontrol pengikut.
d.      Pemimpin memotivasi pengikutnya dengan menetapkan tujuan dan menjanjikan imbalan bagi kinerja yang dikehendaki.
e.       Kepemimpinan tergantung pada kekuatan pemimpin memperkuat bawahan untuk berhasil tawar-menawar.
2.        Kepemimpinan Transformasional
a.       Pemimpin membangkitkan emosi pengikut dan memotivasi mereka bertindak di luar kerangka dari apa yang digambarkan sebagai hubungan pertukaran.
b.      Kepemimpinan adalah bentuk proaktif dan harapan-harapan baru pengikut.
c.       Pemimpin dapat dibedakan oleh kapasitas mereka mengilhami dan memberikan pertimbangan individual (bentuk perhatian, dukungan, dan pengembangan bagi pengikut), stimulasi intelektual (upaya pemimpin untuk meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan organisasional dengan sudut pandang yang baru) dan pengaruh ideal (membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat terhadap visi organisasi) untuk pengikut.
d.      Pemimpin menciptakan kesempatan belajar bagi pengikut mereka dan merangsang pengikutnya untuk memecahkan masalah.
e.       Pemimpin memiliki visi yang baik, retoris dan keterampilan manajemen untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya.
f.       Pemimpin memotivasi pengikutnya bekerja untuk tujuan yang melampaui kepentingan pribadi.

Tabel C.1  Peredaan Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional
Pengemuka
Transformasional
Transaksional
Bass dan Avilio, 1997
1.      Atribut-atribut pengaruh ideal
2.      Perilaku pengaruh ideal
3.      Motivasi inspirasional
4.      Stimulasi intelektual
5.      Individualisasi konsiderasi
1.      Kontingensi ganjaran pengecualian aktif
2.      Manajemen dengan pengecualian pasif

Bass, 1985
1.      Kemampuan memotivasi lebih tinggi
2.      Kinerja lebih baik
1.      Kemampuan memotivasi moderat
2.      Kinerja moderat











Tidak ada komentar:

Posting Komentar